Baleg Gali Masukan Pemerintah Terkait RUU Ormas
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengundang sejumlah instansi Pemerintah untuk dapat menggali masukan-masukan terkait dengan Perubahan Undang-undang No 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Rapat yang dipimpin Ketua Baleg Igbatius Mulyono, Selasa (21/6) dihadiri Dirjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri, Plt. Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri, Wakil Kepala Divisi Hukum Mabes Polri RM Panggabean dan Deputi Bidang Kepemudaan dan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Dalam kesempatan tersebut, anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar Ali Wongso Halomoan Sinaga menanyakan bagaimana menempatkan peran ormas di era reformasi ini. Menurutnya, jika ingin mengamandemen sebuah undang-undang tentunya harus mempunyai arah yang jelas.
Ali Wongso menambahkan, ormas terbentuk karena adanya kesamaan beberapa hal diantaranya adalah kesamaan profesi, kesamaan kegiatan, keagamaan, dan penghayatan/kepercayaan. “Apakah ke depan kesamaan-kesamaan ini masih relevan diberlakukan dalam ormas, apakah perlu diperbaiki dalam perubahan RUU ini,” tanyanya.
Selain itu, dia juga menanyakan jika ada ormas yang mengancam eksistensi berbangsa dan bernegara, siapa yang berwenang untuk melakukan pembekuan ormas tersebut. Tentunya hal ini perlu dikaji lebih mendalam dan masukan-masukan terkait dengan hal tersebut sangat diperlukan untuk penyempurnaan RUU dimaksud.
Sementara Achmad Basarah (F-PDI Perjuangan) mengatakan, beberapa ormas yang tumbuh sekarang eksistensinya justru memperlemah berbangsa dan bernegara. Dia menekankan berdirinya suatu ormas harus selalu merujuk pada Pancasila dan UUD 1945.
Senada dengan itu, Buchori Yusuf menyoroti keberadaan ormas-ormas asing seperti Non Government Organization (NGO) yang kehadirannya tidak semakin kondusif, tetapi malahan merongrong kesatuan dinegara kita.
Buchori mempertanyakan aspek-aspek apa yang dapat diatur untuk mengantisipasi keberadaan ormas asing yang membahayakan kesatuan berbangsa dan bernegara, terutama terkait dengan adanya money loundring.
Menanggapi hal itu, Dirjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri Tanribali Lamoe mengatakan, sejalan dengan era reformasi yang berkembang dengan pesatnya, RUU tentang Ormas ini memang sudah sangat mendesak dilakukan revisi karena sudah tidak relevan dengan perkembangan jaman.
Tanribali mengatakan, Pemerintah sebetulnya sudah mengusulkan untuk merevisi UU ini sejak tahun 2005, namun baru tahun 2010-2011 RUU ini masuk dalam Program Legislasi Nasional RUU Prioritas 2011.
Penyempurnaan UU Organisasi Kemasyarakatan ini diharapkan akan memberi kepastian hukum yang mengatur organisasi masyarakat mulai sejak lahir/berdirinya, tumbuh berkembang dan beraktivitas, sampai matinya/bubarnya sebuah organisasi.
UU ini juga diharapkan menjamin pelaksanaan hak, kebebasan berserikat, berkumpul sesuai yang diatur dalam konstitusi UUD 1945, namun kebebasan tersebut harus diimbangi dengan upaya perlindungan kepentingan publik, hak-hak individu warga negara dan kelompok masyarakat lainnya yang juga dijamin dalam konstitusi pasal 28 huruf J UUD 1945.
Yang terpenting hal-hal spesifik yang perlu diatur dalam revisi UU Ormas ini adalah azas dasar Ormas adalah Pancasila dan dapat membuat azas ciri Ormas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Tanribali berharap, untuk menjaga konsistensi pembahasan RUU Ormas, dia mengusulkan pembahasan RUU ini dilanjutkan oleh Baleg DPR RI.
Sementara Plt. Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri mengatakan, peran Lembaga Swadaya Masyarakat atau Lembaga/Badan Kejasama Asing (L/BKA) atau Organisasi Internasional Non-Pemerintah (OINP) yang pada mulanya sering diposisikan sebagai lawan/oposisi pemerintah, kini telah menjadi salah satu mitra pemerintah dalam menjalankan pembangunan di berbagai bidang Lembaga/Badan Kerjasama.
Dia menambahkan, mekanisme bagi operasionalisasi atau pendirian badan dan lembaga asing di Indonesia memang saat ini masih dilakukan melalui mekanisme rapat antar instansi (kesepakatan rapat antar kementerian) dan relatif tidak memiliki ketetapan hukum yang memadai.
Setiap kementerian yang menjadi mitra kerja lembaga/badan kerjasama asing masih menerapkan mekanisme dan kebijaksanaan yang berbeda-beda dalam menjalin kerjasama tersebut.
Untuk itulah pihaknya sangat mendukung perubahan UU dimaksud, agar UU ini semakin komprehensif mengatur hal-hal yang terkait dengan ormas asing. Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia tetap harus menegakkan prinsip kerjasama, yaitu kesetaraan dalam bermitra dan kepentingan nasional.
Dalam hal pengawasan, selama ini Kementerian Luar Negeri sebagai gerbang utama bagi proses masuknya L/BKA di Indonesia melakukan pengawasan dengan meminta laporan ormas asing tersebut, meninjau proyek mereka, wawancara dengan masyarakat sekitar dan melakukan kunjungan monitoring.
Pengawasan ini, katanya, selalu dilakukan bekerjasama dengan aparat penegak hukum dan bekerjasama dengan instansi yang memiliki jangkauan ke bawah. (tt) foto:Ry/parle